BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Usaha peternakan unggas mempunyai
peranan besar bagi perekonomian dalam negeri, karena dapat meningkatkan dan
memperbaiki sektor perekonomian yaitu sebagai sumber pendapatan, menyediakan
lapangan kerja, dan meningkatkan nilai tambah dalam sektor hasil peternakan,
selain menghasilkan bahan pangan yang berkualitas khususnya protein hewani yang
dapat menunjang ketersediaan gizi bagi masyarakat. Salah satu komoditas
unggulan perunggasan yang dapat dikembangkan adalah broiler.
Broiler merupakan
jenis ayam ras unggulan hasil persilangan dari bangsabangsa ayam yang memiliki
produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Broiler kini
telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Kelebihan yang
paling mencolok adalah pemeliharaan yang hanya 5 sampai 6 minggu sudah dapat
dipanen, sehingga modal yang ditanamkan akan cepat kembali. Berdasarkan hal
tersebut maka boleh dikatakan usaha di bidang ini cukup menjanjikan.
Seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk, peningkatan pendapatan dan peningkatan kesadaran gizi masyarakat
Indonesia, menyebabkan permintaan hasil ternak broiler diperkirakan
terus meningkat. Bila dilihat dari sisi permintaan, selain datangnya dari dalam
negeri, juga dari luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam
dan Jepang (Widjaja, 2003). Hal tersebutmerupakan peluang bisnis yang menjadi
pendorong bagi pengusaha peternakanbroiler untuk meningkatkan
produksinya.
Kendala peternakan ayam broiler adalah
factor produksi yang cukup besar. Biaya produksi ini meliputi; biaya pakan,
bibit, dan sarana prasarana produksi lainya. Hal ini yang menjadi pertimbangan
untuk ikut dalam sistem kemitraan sehingga dapat mengurangi beban biaya
produksi.
Telur Intan Group merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di
bidang kemitraan unggas, baik itu ayam petelur maupun ayam potong. Pendiri
sekaligus pemilik dari perusahaan ini adalah H. Abd. Kholiq, pria kelahiran
Malang.
Saat ini, populasinya ayam Telur Intan Group tidak kurang dari 3,6
juta yang terdiri dari ayam petelur di farm internal 150.000 ekor dan plasma
450.000 ekor serta populasi kemitraan ayam pedaging mencapai 3 juta ekor.
Saat ini, unit Telur Intan Group sudah berkembang dan tersebar
dibeberapa wilayah. Bahkan sudah merambah ke luar pulau jawa. Beberapa daerah yang
dimaksud antara lain: Kediri dan Blitar, Jember dan Banyuwangi, Purwokerto,
Solo, Tegal, Yogyakarta, Bali dan Makassar. Setiap unit yang ada minimal
memproduksi 350.000 ekor per minggu.
Kelebihan mengikuti kemitraan adalah
peternak/ plasma hanya menyediakan kandang, kelengkapan kandang dan tenaga
kerja sehingga memudakan untuk beternak ayam broiler dalam skalah besar. Hal
ini yang menjadi pertimbangan kami melakukan Praktek usaha peternakan dengan
judul “Budidaya Ayam Broiler Pola kemitraan PT Telur Intan”
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
sistem usaha beternak ayam broiler pola kemitraan
2. Bagaimana
perhitungan dari beternak ayam broiler dengan kermitraan
3. Bagaimana
kendala beternak ayam broiler dengan pola kemitraan
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui system usaha beternak ayam broiler dengan pola kemitraan
2. Untuk
mengetahui perhitungan beternak ayam broiler dengan pola kemitraan
3. Untuk
mengetahui kendala-kendalayang dihadapi dari beternak ayam dengan pola
kemitraan
1.4
Manfaat
1. Dapat
memberikan pengalaman berwirausaha ternak ayam broiler dengan pola kemitraan.
2. Dapat
mengetahui perhitungan dan hasil usaha dari beternak ayam broiler pola
kemitraan.
3. Dapat
mengetahui system dan kendala yang digunakan dalam usaha ternak ayam broiler
dengan bermitra.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1
Ayam broiler
Menurut Murtidjo (2006) ayam broiler
adalah istilah untuk menyebut strainayam hasil budidaya teknologi yang memiliki sifat ekonomis, dengan ciri
khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap
dipotong pada umur relatif muda, serta menghasilkan kualitas daging berserat
lunak. Rasyaf (2004) menyatakan bahwa ayam broiler mempunyai pertumbuhan yang
cepat serta mempunyai dada yang lebar dengan timbunan daging yang baik dan
banyak. Ayam broiler pertumbuhannya sangat fantastik sejak umur satu minggu
hingga lima minggu. Pada saat berumur tiga minggu ternak sudah menunjukkan
pertumbuhan bobot badan yang memuaskan, sehingga ayam broiler dapat dijual
sebelum umur delapan minggu.
Rasyaf (2004) menyatakan di Indonesia
ayam broiler sudah dapat dipasarkan pada usia lima sampai enam minggu dengan
bobot hidup antara 1,3 sampai 1,6 kg per ekor. Namun demikian kebanyakan
masyarakat di Indonesia lebih banyak menyukai daging ayam broiler yang tidak
begitu besar terutama untuk konsumsi rumah makan dan pasar-pasar tradisional.
2.2
Kemitraan
Menurut
Dinas Peternakan Bogor (2000), kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha
kecil dengan usaha menengah dan besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh
usaha menengah dan besar atas dasar prinsip saling memerlukan, saling
memperkuat dan saling menguntungkan. Disamping itu, kerjasama kemitraan antara
usaha kecil dengan usaha besar dan usaha menengahdapat mendorong upaya dalam
rangka pemerataan pembangunan. Kemitraan pertanian dalam Surat Keputusan
Menteri pertaniant No.940/Kpts/OT.210/10/1997 menerangkan bahwa kemitraan usaha
pertanian berdasarkan azas persamaan kedudukan, keselarasan dan peningkatan
keterampilan kelompok mitra oleh perusahaan mitra melalui perwujudan sinergi
kemitraan yaitu hubungan yang saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan.
Saling memerlukan dalam arti perusahaan mitra memerlukan hasil produksi dan
kelompok mitra memerlukan pasokan bahan baku dan bimbingan dari perusahaan.
Saling memperkuat artinya kelompok mitra maupun perusahaan mitra sama-sama
memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis. Saling menguntungkan yaitu
baik kelompok mitra dan perusahaan mitra memperoleh peningkatan pendapatan, dan
kesinambungan usaha. Lebih lanjut dinyatakan dalam Surat Keputusan Menteri
pertanian No 940/Kpts/OT.210/1997 bahwa pola kemitraan usaha pertanian terdiri
dari lima macam.
1.
Pola Inti Plasma, adalah hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan
perusahaan mitra yang didalamnya perusahaan bertindak sebagai inti dan kelompok
mitra sebagai plasma. Kelebihan pola ini adalah: a) kepastian sarana produksi,
b) pelayanan/bimbingan, dan c) menampung hasil. Kekurangan pola ini adalah: a)
inti plasma menyediakan operasional, dan b) kegagalan dalam panenmenjadi
kerugian plasma.
2.
Pola Sub Kontrak, adalah hubungan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra
yang didalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan perusahan
mitra sebagai bagian dari produksinya
3.
Pola Dagang Umum, adalah hubungan kemitraan antara kelompok dengan perusahaan
mitra yang didalamnya perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok
mitra, atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan
mitra.
4.
Pola Agenan, adalah hubungan kemitraan yang didalamnya kelompok mitra diberi
hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa perusahaan mitra.
5.
Pola KOA (Kerjasama Operasional Agribisnis) adalah hubungan kemitraan yang
didalamnya kelompok mitra menyediakan lahan sarana dan tenaga kerja, sedangkan
perusahaan mitra menyediakan modal dan sarana untuk mengusahakan/membudidayakan
suatu komoditi pertanian. Saragih (1998) mengemukakan bahwa syarat yang harus
dipenuhi dalam pola kemitraan, yaitu syarat keharusan yang dimanifestasikan
dalam wujud kebersamaan yang kuat antara mereka yang bermitra dan syarat
kecukupan berupa adanya peluang yang saling menguntungkan bagi pihak-pihak yang
bermitra melalui pelaksanaankemitraan.
Imaduddin (2001) menyatakan bahwa
persyaratan-persyaratan yang harusdipenuhi untuk mengikuti kemitraan adalah: (1)
Peternakan mempunyai kandang danperlengkapan, kontrak maupun sendiri, lengkap
dengan perizinannya, (2) Peternakmengajukan pendaftaran kerjasama dengan
perusahaan serta mencantumkan dataseperti total luas kandang, peralatan,
sarana-sarana pendukung lainnya, (3) Pihakperusahaan melakukan pengamatan
langsung ke lokasi untuk meninjau layak atautidaknya kandang tersebut untuk
dinilai dalam kerjasama tersebut, (4) Buktiperjanjian antara plasma dengan
pihak perusahaan, plasma wajib memberikanjaminan perusahaan, berupa sertifikat,
uang kontan, garansi bank atau surat berharga.
2.3
Faktor Produksi
Rasyaf (2004) menyatakan bahwa
faktor-faktor produksi yang dibutuhkandalam produksi ayam broiler adalah DOC,
ransum, obat-obatan, tenaga kerja dan kandang. Penelitian yang dilakukan
Veranza (2004) mengungkapkan bahwa pada usaha peternakan X menggunakan input
tetap dan input variabel. Input tetap diantaranya; kandang, tenaga kerja tetap
dan peralatan. Input variabel yang digunakan terdiri dari DOC, pakan, tenaga
kerja tidak tetap, obat-obatan, sekam, danbahan bakar (minyak tanah).
Menurut
Fadilah (2004) dalam usaha peternakan ayam broiler faktor produksi yang
digunakan diantaranya adalah bibit ayam, pakan, tenaga kerja, obat-obatan,
vaksin dan vitamin serta bahan penunjang seperti sekam, listrik dan bahan
bakar.
Kandang
Syarat
kandang yang baik adalah kandang yang memenuhi standar yang telah ditentukan.
Syarat-syarat kandang yang harus dipenuhi menurut Cahyono (2004) adalah:
1. Kandang
harus dibuat kuat agar dapat dipakai dalam waktu yang lama, dan tidak mudah
roboh karena angin yang kencang.
2. Dapat
menahan air hujan dan teriknya matahari langsung masuk kandang, tepi atap
sebaiknya dibuat cukup lebar yaitu sekitar 1,25 meter dari dinding kandang.
3. Dinding kandang tidak rapat tetapi harus
terbuka, memiliki celah-celah yang terbuka yang terbuat dari anyaman bambu,
kawat ram atau jeruji-jeruji bamboo sehingga hewan pemangsa tidak dapat masuk
melalui celah yang terbuka tersebut
4. .
Ruang ventilasi dapat ditambahkan dengan membuat sistem atap monitor dan dapat
menggunakan kipas angin yang berfungsi menyedot udara kotor dalam kandang atau
mengalirkan udara segar masuk ke dalam kandang.
5. Lantai
kandang sebaiknya disemen agar memudahkan dalam pembersihan kandang dan dibuat
lebih tinggi dari tanah disekitarnya.
6. Ukuran/luas
kandang tergantung dari jumlah ayam yang akan dipelihara. Sebagai pedoman,
kepadatan ayam dewasa per meter persegi adalah 10 ekor.
7. Selokan/parit
sebaiknya dibuatkan disekeliling kandang. Hal ini penting agar pembuangan air
tidak menggenang.
8. Tata
letak kandang hendaknya dibangun diatas tanah yang lebih tinggi dari tanah
sekitarnya agar udara dapat berputar dan bergerak bebas melintasi kandang
sehingga peredaran udara dapat berjalan dengan baik. Kandang tidak terletak
pada lokasi yang sibuk dan gaduh mengingat ayam mudah stres, ukuran dan luas
kandang disesuaikan dengan jumlah dan umur ayam.
9. Jarak
antar kandang juga harus mendapat perhatian karena dapat mempengaruhi sirkulasi
udara, tingkat kelembaban, dan temperatur di dalam kandang, penularan terhadap
penyakit dari satu kandang ke kandang lain, dan efisiensi penggunaan
tanah.Ukuran luas kandang tergantung dari kepadatan jumlah populasi ternak yang
dipelihara. Luas yang cukup bagi ayam untuk ruang geraknya maka tidak terjadi
saling patuk dan stress (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000). Kapasitas dan
kepadatan kandang untuk ayam dewasa hasil penelitian Veranza (2004) adalah 9
ekor per meter persegi. Menurut Fadilah (2004) kepadatan kandang ayam untuk
umur 1-3 hari adalah 60-70 ekor/m², pada umur 4-7 hari kepadatan kandang 40-50
ekor/m², umur 8-14 hari kepadatan kandang 20-30 ekor/m² dan pada 15 hari sampai
panen kepadatan kandang 8-16 ekor/m².
Peralatan
Ayam yang dipelihara secara intensif
dengan dikandangkan secara terus menerus sepanjang hari, memerlukan
peralatan-peralatan teknis yang memadai, seperti tempat pakan dan minum, alat
pemanas, thermometer, dan peralatan lainnya maka untuk menunjang keberhasilan
produksi.
Tempat
Pakan dan Minum.
Fadillah (2004) menyatakan bahwa beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam pengawasan pekerjaan sehari-hari adalah tata
letak tempatpakan, keadaan tempat pakan dan isi pakan. Tempat pakan ada yang
diletakkan dalam satu baris atau diletakkan berselang seling dengan tempat
minum.
Kebutuhan
tempat pakan dan minum tergantung dari jumlah ayam yang dipelihara dan umur
ayam. Pemeliharaan awal dengan jumlah ayam 500 ekor, diperlukan tempat pakan
sejumlah 10 buah dan tempat minum sebanyak 12 buah, sedangkan pada pemeliharaan
akhir dengan jumlah ayam 500 ekor diperlukan tempat pakan 14 buah dan tempat
minum 16 buah (Cahyono, 2004). Hasil penelitian
Veranza
(2004) menyatakan bahwa usaha peternakan X menggunakan perbandingantempat pakan
dan minum sebesar 1:1.
Alat
Pemanas.
Alat pemanas (brooder) berfungsi
sebagai induk buatan yang memberi kehangatan anak ayam (DOC). Alat ini
digunakan untuk pemeliharaan masa awal (starter) yang berlangsung selama
12 sampai 15 hari dimana anak ayam masih memerlukan pemanasan dalam hidupnya.
Alat pemanas ini dikenal dengan nama ”Gasolec” yang sudah beredar di toko-toko
unggas. Sumber panas pada ”Gasolec” berasal dari gas, oleh karenanya
penggunaannya harus dilengkapi dengan11 tabung gas. Alat pemanas ini hendaknya
diletakkan ditengah dengan ketinggian 1,3 sampai1,5 meter dari permukaan litter
(Cahyono, 2004). Fadillah (2004) mengungkapkan bahwa jika pemanas
menggunakansemawar, maka sebaiknya diletakkan pada ketinggian 50 sampai 75 cm
diatas sekam.
Panas
yang dihasilkan bisa diatur dengan cara mengubah posisi tempat minyaktanah.
Tempat minyak tanah diletakkan lebih tinggi dari semawar. Semakin tinggiletak
tempat minyak tanah, panas yang dihasilkan akan semakin besar, di
tengahtengahsetiap lingkaran pelindung dipasang lampu 25 watt. Pemakaian sumber
panasdan alat pemanas tidak menjadi masalah bagi ayam, yang penting bisa
memberikankehangatan yang merata ke seluruh lingkaran.
Hasil penelitian Pakarti (2000)
menyatakan bahwa pemakaian pemanasdigunakan pada masa starter 10-20 hari atau
selama 3 minggu. Pada minggu pertamapemanas dinyalakan selama 24 jam, sedangkan
minggu kedua dan ketiga hanyadinyalakan selama 12 jam pada malam hari, namun
demikian pemberian pemanastergantung pada cuaca.
Thermometer.
Cahyono
(2004) menyatakan bahwa thermometer berfungsi untukmengontrol temperatur agar
selalu optimal sehingga kehidupan anak ayam tetapstabil dan pertumbuhan anak
ayam tidak terganggu. Penempatan thermometerseharusnya diletakkan ditempat yang
strategis agar memudahkan pekerjamengontrolnya tanpa mengganggu atau
menimbulkan stress pada anak ayam,penggunaan thermometer hanya untuk periode starter.Hardjasworo
dan Rukmiasih (2000) menyatakan bahwa ayam broiler antaraumur satu sampai dua
minggu memerlukan suhu lingkungan mendekati 32ºC. Padaumur dua sampai tiga
minggu suhu yang diperlukan antara 30ºC sampai 32ºC dansetelah umur tiga minggu
menjadi 28ºC-30ºC.Fadilah (2004) menyatakan bahwa ayam broiler pada umur satu
sampai tigahari memerlukan suhu lingkungan antara 32ºC-35ºC, pada umur empat
sampai tujuh hari memerlukan suhu 29ºC-34ºC, pada umur 8 sampai 14 hari
memerlukan suhu27ºC-31ºC, dan pada umur 15 hari sampai siap panen memerlukan
suhu lingkunganantara 25ºC-27ºC.
Peralatan
Lain.
Menurut Fadillah (2004) bahwa peralatan
lain yang berhubungandengan kegiatan sehari-hari seperti drum air, ember, garpu
pembalik sekam, dangerobak pengangkut pakan. Cahyono (2004) menambahkan bahwa
peralatan lainnyayang perlu disediakan untuk mendukung kelancaran usahaternak
ayam broiler adalahsekop, ember, selang, kawat atau tali, alat-alat kesehatan,
ciduk dan lain-lain.
DOC
(Day Old Chick)
Cahyono (2004) menyatakan bahwa umumnya
jenis-jenis ayam broiler yang telah dikenal dan banyak beredar di Indonesia
adalah jenis ayam ras unggul yangmerupakan turunan terakhir hasil perkawinan
silang dari pejantan ras White Cornishyang berasal dari Inggris dengan
induk betina ras Plymouth rock yang berasal dariAmerika. Hasil
perkawinan silang yang dikembangbiakan dari kedua ras tersebutmenghasilkan DOC
yang mempunyai daya tumbuh dan produksi yang tinggi,terutama dalam hal
kemampuannya mengubah pakan menjadi daging dengan sangatcepat dan hemat.
Rasyaf
(2004) menyatakan bahwa pedoman untuk memilih DOC yaitu anakayam harus berasal
dari induk yang sehat agar tidak membawa penyakit bawaan;ukuran atau bobot ayam
yaitu sekitar 35 sampai 40 gram; anak ayam memiliki matayang cerah dan
bercahaya, aktif serta tampak tegar; tidak memperlihatkan cacat fisikseperti
kaki bengkok, mata buta atau kelainan fisik lainnya yang mudah dilihat dantidak
ada lekatan tinja di duburnya.
Pakan
Pakan merupakan salah satu faktor utama
dalam usahaternakayam broiler, lebih-lebih terhadap laju pertumbuhan dan
peningkatan bobot badanyang sangat cepat (Girisonta, 1997). Ransum merupakan
kumpulan bahan makananyang layak dimakan oleh ayam dan telah disusun mengikuti
aturan tertentu. Aturanitu meliputi nilai gizi bagi ayam dan nilai kandungan
gizi dari bahan makanan yangdigunakan.
Rasyaf (2002) menyatakan bahwa ransum starter
diberikan pada ayamberumur satu sampai tiga minggu. Umumnya biaya untuk
ransum menempati 60%-75% dari total biaya produksi. Ayam broiler membutuhkan
energi yang lebih tinggi(lebih dari 3000 kkal per kg ransum). Cahyono (2004)
menambahkan dalam halransum yang harus diberikan untuk anak ayam sampai umur
empat minggu, pakanharus mengandung protein sebanyak 21 sampai 24%, lemak 2,5%,
serat kasar 4%,kalsium 1%, phospor 0,7 sampai 0,9%, energi (ME) 2800-3500
kkal.Besarnya pakan yang digunakan mempengaruhi perhitungan konversi pakanatau Feed
Corvertion Ratio (FCR). Konversi pakan merupakan perbandingan antarajumlah
pakan yang dikonsumsi dengan pertumbuhan berat badan. Semakin tinggikonversi
pakan berarti semakin boros pakan yang digunakan. Standar konversi pakanuntuk
ayam pedaging adalah 1,9 yang artinya untuk mendapatkan ayam denganbobot hidup
1 kg diperlukan pakan sejumlah 1,9 kg (Suharno, 2002).
Obat-obatan
dan Vaksin
Obat-obatan dan vaksin yang dimaksud
adalah obat-obatan yang digunakanuntuk pengobatan ternak yang terserang
penyakit, vaksin digunakan untukpencegahan penyakit serta antibiotika dan
vitamin dapat mendukung pertumbuhanayam sehingga dapat tumbuh secara optimal
(Rasyaf, 2004). Sudaryani (2003)menjelaskan bahwa penyakit yang menyerang ayam
ada yang dapat diobati dan ada pula yang tidak. Penyakit ayam yang tidak bisa
diobati dapat ditangkal dengan vaksin.Vaksin adalah mikroorganisme yang
dilemahkan dan apabila diberikan kepadahewan tidak menimbulkan penyakit,
melainkan merangsang pembentukanantibodi (zat kebal) yang sesuai dengan jenis
vaksinnya. Tujuan vaksin adalahmembuat ayam mempunyai kekebalan yang tinggi
terhadap satu penyakit tertentu.
Sudaryani (2003) menyatakan bahwa
keberhasilan suatu vaksinasi ditentukanoleh beberapa faktor, yaitu faktor
tatalaksana, faktor vaksin, dan faktor individu.Faktor tatalaksana meliputi,
vaksinasi, waktu vaksinasi, keterampilan vaksinator(orang yang memberikan
vaksinasi), dan kondisi lingkungan. Faktor vaksin meliputikualitas vaksin,
jenis vaksin, dan penyimpanan vaksin. Sedangkan factor individu adalah faktor
kesehatan ayam, dimana dianjurkan vaksinasi dilakukan padasaat ayam memiliki
kondisi yang sehat. Pemberian vaksin dapat dilakukan dengan5(Lima) cara, yaitu drink
water (vaksinasi melalui air minum); vaksinasi intraocular(tetes
mata) dan intranasal (tetes hidung); vaksinasi dengan injeksi intramuscular(tusuk
daging) dan injeksi subcutan (tusuk kulit); wing web (vaksinasi
tusuk sayap);dan spray (vaksinasi dengan cara disemprot)
Hasil penelitian Pakarti (2000)
menyatakan bahwa vaksinasi yang dilakukanpada usaha beternak ayam broiler 3 kali
yaitu vaksinasi tetelo 1 (ND l) dengan tetesmata pada umur 3 sampai 4 hari.
Vaksinasi Gumboro diberikan umur 12 sampai 16 hari melalui air minum dan
vaksinasi tetelo kedua (ND 2) diberi melalui air minumpada umur 18 sampai 20
hari.Rasyaf (2004) menyatakan bahwa pengobatan terhadap ayam yang
sakitdilakukan dengan pemberian obat sesuai anjuran mantri hewan serta
melakukanisolasi terhadap ayam sakit dengan tujuan menghindari penularan
penyakit. Nilaimortalitas yang rendah secara tidak langsung menambah pendapatan
namundisisi lain hal tersebut perlu didukung penanganan penyakit yang juga
menambahbiaya dalam produksi.
Biaya
Produksi
Biaya adalah nilai dari semua korbanan
ekonomis yang diperlukan untukmenghasilkan suatu produk, yang sifatnya tidak
dapat dihindari, dapat diperkirakandan diukur. Biaya produksi merupakan
kompensasi yang diterima oleh pemilikfaktor-faktor produksi. Biaya yang
dilakukan pada periode tertentu, dikenal denganbiaya tetap dan biaya variabel.
Menurut Soekartawi et al. (1986), biaya tetap (fixedcost) dalam
usahatani didefinisikan sebagai biaya usahatani yang tidak tergantungkepada
besarnya produksi, misalnya pajak bumi dan bangunan, sewa tanah, bungakredit,
serta penyusutan bangunan dan alat-alat pertanian. Biaya tidak tetap
(variablecost) didefinisikan sebagai biaya yang digunakan untuk tanaman atau
ternak tertentudan jumlahnya berubah-ubah sebanding dengan besarnya produksi
tanaman atauternak, misalnya bibit atau benih, pupuk, obat-obatan, dan tenaga
kerja. Produksiusahatani yang menggunakan mesin-mesin harus dihitung
penyusutannya sebagaipengeluaran. Penyusutan merupakan penurunan nilai
inventaris yang disebabkanoleh pemakaian selama setahun pembukuan.
Boediono (1988) mengatakan bahwa biaya
mencakup suatu pengukuran nilaisumberdaya yang harus dikorbankan sebagai akibat
dari aktivitas-aktivitas yangbertujuan mencari keuntungan. Berdasarkan volume
kegiatan biaya dibedakan atasbiaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap (fixed
cost) adalah biaya yangdikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya
tetap pada volumekegiatan tertentu, sedangkan biaya variabel (variable cost)
adalah biaya yang jumlahtotalnya berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume
kegiatan. Komponenbiaya tetap meliputi sewa, penyusutan, pajak dan sebagainya.
Biaya jenis ini disebut biaya tetap, atau tidak pernah berubah dalam
hubungannya dengan jumlahsatuan yang diproduksikan. Selanjutnya dikatakan bahwa
komponen biaya variable meliputi biaya bahan-bahan utama dan tenaga kerja langsung. Jenis biaya
inijumlahnya bertambah sesuai dengan bertambahnya volume produksi sehingga
biayabiayaper satuannya cenderung berubah pula. Menurut Rasyaf (2002) biaya variable
merupakan biaya yang dikeluarkan seiring dengan penambahan jumlah ayam
yangdipelihara. Biaya ini antara lain biaya untuk day old chick (DOC),
ransum,pemeliharaan dan kesehatan.
Biaya pakan merupakan biaya terbesar dari
totalproduksi yaitu antara 60 sampai 70%.Penelitian Pakarti (2000) menyatakan
bahwa biaya pakan menunjukkanpersentase yang paling tinggi nilainya yaitu
71,61%, sedangkan biaya untuk bibitayam menduduki posisi kedua yaitu 20,84%.
Selanjutnya biaya obat, vaksin, danvitamin 4,4%, biaya depresiasi kandang dan
peralatan 1,82%, biaya listrik dan bahanbakar 0,94% serta biaya sekam dan
sanitasi 0,33%. Biaya tenaga kerja dan sewatanah pada penelitian ini tidak
diperhatikan karena tanah milik sendiri, sedangkantenaga kerja adalah tenaga
kerja keluarga.
Penerimaan
Produksi
Menurut Kadarsan (1995) penerimaan
adalah nilai hasil dari output atauproduksi karena perusahaan telah menjual
atau menyerahkan sejumlah barang ataujasa kepada pihak pembeli. Selanjutnya
dikatakan penerimaan perusahaan bersumberdari penjualan hasil usaha, seperti
panen tanaman dan barang olahannya serta panendari peternak dan barang olahannya.
Semua hasil agribisnis yang dipakai untukkonsumsi keluarga harus dihitung dan
dimasukkan sebagai penerimaan perusahaanwalaupun akhirnya dipakai pemilik
perusahaan secara pribadi. Tujuan pencatatanpenerimaan ini adalah untuk
memperlihatkan sejelas mungkin berapa besarpenerimaan dari penjualan hasil
operasional dan penerimaan lain-lain di perusahaantersebut.
Rasyaf (2002) menyatakan bahwa
penerimaan dalam suatu peternakan ayampedaging terdiri dari: (1) hasil produksi
utama berupa penjualan ayam pedaging, baikhidup maupun dalam bentuk karkas; dan
(2) hasil sampingan yaitu berupa kotoranayam atau alas “litter” yang laku
dijual kepada petani sayur mayur atau petanipalawija lainnya. Semua penerimaan
produsen berasal dari hasil penjualanoutputnya.
Pendapatan
dan Rasio R/C
Kadarsan
(1995) menerangkan bahwa pendapatan adalah selisih antarapenerimaan total
perusahaan dengan pengeluaran. Untuk menganalisis pendapatandiperlukan dua
keterangan pokok, yaitu keadaan pengeluaran dan penerimaan dalamjangka waktu
tertentu. Rasyaf (2002) menambahkan bahwa pendapatan adalahsejumlah uang yang
diperoleh setelah semua biaya variabel dan biaya tetap tertutupi.Hasil
pengurangan positif berarti untung, hasil pengurangan negatif berarti
rugi.Soekartawi et al. (1986) menyatakan bahwa pendapatan kotor
usahatanimerupakan hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam
usahatanisedangkan pendapatan bersih usahatani merupakan selisih antara
pendapatan kotordan pengeluaran total usahatani.Rasio R/C (Revenue Cost Ratio)
bertujuan untuk mengukur efisiensi inputdan output, dengan menghitung
perbandingan antara penerimaan total dengan biayaproduksi total (Kadarsan,
1995). Analisis ini digunakan untuk menganalisisimbangan antara penerimaan
dengan biaya.Taslukha (2007) dalam penelitiannya di Sunan Kudus Farm
menyebutkanbahwa pendapatan merupakan nilai uang yang diperoleh Farm dengan
menghitungselisih antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan
selama prosesproduksi pemeliharaan. Nilai pendapatan usaha peternakan ayam broiler
SunanKudus Farm tahun 2006 yaitu sebesar Rp 104.925.567,15. Nilai rasio R/C
yangdidapat adalah 1,05 yang artinya nilai ini menunjukkan bahwa Sunan Kudus
Farmmendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,05 untuk setiap satu rupiah biaya
yangdikeluarkan.
2.4
Analisis Ekonomi
Ada
beberapa metode penilaian investasi yang bertujuan untuk mengetahui apakah
usaha tersebut dapat dikatakan layak usaha atau tidak untuk dilanjutkan atau
diteruskan. Analisa ekonomi mencerminkan perkembangan usaha, terutama untuk
masa jangka panjang, terlihat adanya perkembangan finansial. Komponen biaya
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu investasi dan biaya operasional. Biaya
investasi adalah biaya yang harus dikeluarkan pada awal tahun usaha atau pada
saat usaha telah berlangsung untuk mendapatkan faktor-faktor produksi yang
digunakan dalam proses produksi. Biaya operasional adalah sejumlah biaya yang
dikeluarkan agar proses produksi dapat berlangsung (Suprijatna, 2005)
a. Biaya
Investasi
Biaya investasi adalah biaya yang
dikeluarkan satu kali dalam satu periode proses produksi untuk memperoleh
berapa kali manfaat secara ekonomis yang dikeluarkan pada awal kegiatan dan
jumlahnya cukup besar. Biaya tanah dan bangunan adalah biaya pembangunan yang
dibayarkan pada awal periode usaha. Analisis keuangan diasumsikan umur usaha
adalah 5 tahun. Peralatan memiliki nilai ekonomis satu hingga empat tahun,
sehingga dibeberapa peralatan setiap tahunnya dilakukan reinvestasi (Wiharto, 1985).
b.
Biaya Operasional
Biaya operasional adalah biaya yang
diperlukan untuk menjalankan kegiatan produksi. Biaya operasional terdiri dari
biaya variabel dan biaya tetap.
1. Biaya
tetap
Biaya tetap adalah biaya yang
dikeluarkan setiap tahun yang besarnya tidak terkait langsung dengan jumlah
produksi dan akan dikeluarkan selama usaha berlangsung. Biaya yang dikeluarkan
meliputi biaya gaji yang terdiri dari gaji kepala kandang, bagian administrasi,
supir dan bagian produksi. Pemberian gaji sebulan sekali dimana setiap bagian
berbeda jumlahnya, selain gaji ada biaya rekening listrik dan telepon yang
dibayar sebulan sekali dan dihitung dalam setahun yang diasumsikan cateris
paribus. Biaya alat dan bangunan atau investasi yang diasumsikan lima
persen dari total investasi, alat tulis kantor yang dibeli setiap bulannya
digunakan untuk keperluan selama proses produksi dan panen (Prayitno, 1990).
2.
Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang
dikeluarkan untuk keperluan produksi dan jumlah dipengaruhi oleh jumlah
produksi. Biaya yang dikeluarkan yaitu biaya transportasi, plastic, biaya
promosi (pulsa dll).
1.
Break Even Point/titik
impas (BEP)
Break Even Point atau titik impas (BEP)
adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap,
biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Analisa dalam perencanaan keuntungan
merupakan Profit Planning Aproach
yang mendasarkan pada hubungan antara biaya (Cost) dan penghasilan atau pendapatan (Revenue) (Yuwono, 1992).
Hasil volume penjualan tetap sama dengan biaya total atau BEP
akan tercapai pada volume penjualan dimana contribution
margin (CM) sama besarnya dengan biaya tetap. Analisa BEP digunakan asumsi
dasar sebagai berikut:
a. Biaya
didalam perusahaan terdiri dari biaya variable dan biaya tetap
b. Biaya
variable secara totalitas berubah-ubah secara proporsional dengan volume
produksi
c. Biaya
tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan volume penjualan.
Jadi biaya tetap perunit berubah-ubah
d. Harga
jual perunit tidak berubah-ubah selama periode yang dianalisa
e. Perusahaan
hanya memproduksi 1 macam produk
BEP merupakan titik impas usaha,
dari nilai BEP dapat diketahui pada tingkat produksi dan harga berapa suatu
usaha peternakan tidak memberikan keuntungan dan tidak pula mengalami kerugian.
BEP Produksi =
BEP Harga =
2.
Laba/Rugi
Yuwono
(1992), menyatakan bahwa keuntungan (laba) atau rugi suatu usaha diketahui
setelah penerimaan hasil penjualan produk dikurangi dengan harga pokok, biaya
pemasaran dan biaya umum, laba masih disebut laba kotor. Laba bersih baru
didapat setelah ditambah pendapatan di luar usaha (misalnya penjualan limbah)
dikurangi biaya di luar usaha (misalnya sumbangan ke Pemda) dan pajak (PPh 25
dan 39). Laba/rugi = (jumlah produk x
harga produk) - total biaya produksi
3.
Return Cost Ratio (R/C)
R/C
adalah perbandingan antara penerimaan penjualan dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan selama proses produksi hingga menghasilkan produk. Usaha peternakan
menguntungkan apabila nilai R/C > 1. Semakin besar nilai R/C semakin besar pula
tingkat keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut.
R/C=
BAB III
OPERASIONALISASI
3.1 Waktu dan
Tempat
Beternak ayam broiler dengan menjadi inti-plasma
perusahaan kemitraan Telur Intan Group di laksanakan pada November2013 – Januari
2014 di Kabupaten Makassar Sulawesi Selatan.
3.2 Budidaya
Ayam (komoditas)
Nama
: Kelompok Petani Ternak
“CV. BUDI DAYA SEJAHTERA”
Tempat
:Kabupaten Makassar Provinsi Sulawesi Selatan
Bentuk usaha : Budidaya ayam broiler
dengan menjadi inti-plasma perusahaan kemitraan PT. Telur Intan.
3.3 Alat dan Bahan
A. Peralatan kandang
1
|
Tempat pakan
|
2
|
Tempat Minum
|
3
|
Tempat pakan
Kutuk
|
4
|
Semprotan
|
5
|
Brooder
|
6
|
Sekat
|
7
|
Seng plat
|
8
|
Tirai
|
9
|
Baskom
|
10
|
Tali
|
B. Bahan
1
|
DOC
|
2
|
Sekam
|
3
|
Deterjen
|
4
|
Disenfektan
|
5
|
Formalin
|
6
|
Jamu
|
3.4 Teknis
Pelaksanaan
Pelaksanaan dalam usaha
ini meliputi fase persiapan teknis,dan pelaksanaan,secara terperinci sebagai berikut :
3.4.1 Persiapan
a)
Pembuatan proposal.
b)
Pengajuan Praktek Usaha Peternakan kepada
Dosen Pembimbing dan Ketua Jurusan.
c)
Ujian kelayakan
Praktek Usaha Peternakan (PUP).
d)
MoU dengan perusahaan
mitra.
e)
Persiapan kandang
dan pengisian
DOC
3.4.2. Pelaksanaan
3.4.2.1Persiapan
Kandang
Pada pemeliharaaan ayam broiler terdapat dua manajemen penanganan dan
pemeliharaaan yang biasa dilakukan ,yaitu sebelum unggas datang dan sesudang
datang. Sebelum unggas datang maka,
persiapan kandang sangat diperlukan. Kandang yang terlebih dahulu dilakukan
pembersihan kandang tersebut, khususnya kotoran kotoran ayam yang menempel pada
kandang tersebut. Setelah dilakukan pembersihan kandang selanjutnya dilakukan
pengapuran pada lantai kandang , setelah itu dilakukukan pemasangan alas yang
berasal dari terpal atau karung ang dijahit kemudian di lapisi dengan sekam
setebal 5 cm sebagai liter. Langka selanjutnya adalah melakukan penyemprotan
kandang untuk mensucihamakan kandang tersebut dengan menggunakan desinfektan
dengan merek dangan bensalti.
Setelah mensucihamakan kandang dan peralatannya, maka
yang harus dipersiapkan adalah membuat chick quard dan brooder. Chick quard adalah lingkaran pelindung
yang biasa terbuat dari seng, layar, karung, triplek atau boks bekas anak ayam
umur sehari (DOC). Namun, pelindung terbaik adalah terbuat dari seng. Brooder adalah tempat untuk DOC selama masih
memerlukan panas dari luar sebagai pengganti induk. Alat pemanas yang akan
digunakan adalah kompor gas dan lampu listrik sebagai penerangnya. Dengan
adanya penggunaan alat pemanas ini maka suhu dapat diatur sesuai dengan
kebutuhan ayam, dengan menaikkan alat pemanas apabila suhu terlalu panas dan
menurunkan alat pemanas apabila suhu dingin. Dengan demikian maka akan sangat
membantu ayam yang masih memerlukan tambahan panas.
3.4.2.2
Pemeliharaan
Pemeliharan ayam broiler terdiri dari pemeliharaan
periode pemanasan dan pertumbuhan. Pemeliharaan pada periode pemanasan dimulai
ketika DOC datang sampai lepas pemanas. Sedangkan pemeliharaan pada periode
pertumbuhan adalah dimulai lepas pemanas sampai dengan masa panen atau ayam
dijual.
Pada periode pemanasan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu: 1). Menentukan waktu kedatangan DOC, 2). Mengecek
kualitas dan kuantitas DOC, 3). Mengontrol temperatur, 4). Memberikan pakan dan
minum, 5). Mengatur kepadatan, 6). Mengatur keadaan sekam dan, 7).
Melaksanakan vaksinasi.
Pada periode pertumbuahan, hal hal yang perlu
diperhatikan yaitu: 1). Mengatur luas lantai kandang dan kepadatan ayam, 2).
Memberikan pakan dan minum yang tepat, 3). Melaksanakan progrm pencahayaan
(lighting program) secara tepat, 4). Melaksanakan program pencegahan penyakit
secara terpadu.
3.5
Perlakuan Khusus
Keadaan yang berbeda itu, menunjukkan bahwa
ada faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan peternakan ayam potong
pola kemitraan pada Telur Intan Group di Malang. Kondisi yang berbeda berkaitan
dengan manajemen produksi antara lain: manajemen kandang, manajemen pakan,
manajemen minum, dan manajemen brooding.
Manajemen seorang peternak dikatakan berhasil ketika
mampu mencapai tingkat FCR (Feed Confertion Ratio) yang
serendah-rendahnya dan pendapatan peternak yang sebesar-besarnya. Pencapaian
FCR dapat diukur dengan melihat selisih FCR aktual peternak dengan FCR standar
perusahaan. Jika FCR aktual lebih rendah dibanding FCR standar perusahaan maka
tentu bisa dipastikan peternak akan mengalami keuntungan. Begitupula sebaliknya
jika FCR aktual peternak lebih tinggi dari standar perusahaan maka bisa pula
dipastikan peternak akan mengalami kerugian. Tinggi rendahnya pendapatan
tergantung dari seberapa besar selisih FCR aktual peternak dengan standar perusahaan.
Untuk menekan nilai FCR seminimal mungkin yang
dibandingkan dengan standar perusahaan maka dalam praktik usaha ini deberikan
penekanan pada segala aspek manajemen, terutama pada aspek pemeliharan DOC (manajemen brooding) dan memberikan perlakuan
khusus yaitu pemberian jamu. Jamu ini terbuat dari bahan rempah yang mengandung
antioksidan sehingga memberikan kekebalan tubuh ayam. Jamu ini juga dapat
memberikan napsu makan yang baik sehingga pertumbuhan sel tubuh DOC menjadi banyak, dengan demikian pada masa
perkembangan akan menambah bobot ayam. Hal ini dapat terjadi karena jumlah sel
yang tumbuh lebih banyak akan berkembang sehingga otot otot dari sel tersebut
juga akan banyak pula.
3.6 Aspek
Manajerial atau Administrasi
a.
Struktur organisasi
Perusahaaan
Inti
PT. Telur
Intan
|
plasma
Kelompok PUP
”CV.BUDI
DAYA SEJAHTERA”
|
Manajemen
Perlengkapan
Dedik
Harianto
Muhammad
Agus
|
Manajemen
Keuangan
Dedik
Harianto
Muhammad Agus
|
Manajemen
Pakan
Muhammad
Agus
Dedik
Harianto
|
Manajemen
Kesehatan
Muhammad
Agus
Dedik
Harianto
|
Pimpinan perusahaan
secara umum bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan usaha, bagian manajemen perlengkapan, keuangan, pakan dan kesehatan bertanggung jawab terhadap bagian tersebut.
b.
Tenaga Kerja
Tenaga kerja di sepenuhnya sementara ini masih
ditangani dan dijalankan langsung oleh
pemilik modal. Dalam hal ini pemilik modal adalah
semua anggota kelompok ternak CV. BUDI DAYA SEJAHTERA.
3.6
Evaluasi
Kegiatan evaluasi terbagi menjadi dua yaitu :
1.
Evaluasi
pada saat pelaksanaan, guna mengevaluasi target-target jangka pendek yang telah
ditetapkan sesuai dengan kebijakan usaha.
2.
Evaluasi
Akhir, adalah pertanggung jawaban akademik Praktek Usaha Peternakan setelah
usaha dijalankan sesuai waktu yang telah ditentukan.
3.7 Analisa
Usaha Budidaya Ayam Broiler Pola Kemitraan
Terlampir
3.8Sumber Dana
Adapun dana diperoleh dari dana pribadi
anggota sebesar Rp. 10.000.000,- untuk menjalani usaha ini.
Biaya pakan, obat obatan, vaksin, dan DOC dari Perusahaan Mitra
DAFTAR PUSTAKA
Rasyaf, M, Panduan Beternak Ayam Pedaging (Bogor:
Penebar Swadaya, 2008).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar